LMKN Tekankan Keseimbangan Antara Hak Ekonomi dan Fungsi Sosial Atas Penggunaan Karya Ciptaan Lagu dan/atau Musik

Penulis: Editor KapanLagi.com

Diperbarui: Diterbitkan:

LMKN Tekankan Keseimbangan Antara Hak Ekonomi dan Fungsi Sosial Atas Penggunaan Karya Ciptaan Lagu dan/atau Musik
Credit: Istimewa

Kapanlagi.com - Lembaga Manajemen kolektif Nasional (LMKN) adalah Lembaga Bantu Pemerintah non-APBN yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UUHC”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (“PP 56/2021”) untuk menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti lagu dan/atau musik.

Pada hari ini Selasa 22 Juli 2025 diadakan sidang Sidang Pleno Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 dan Perkara Nomor 37/PUU-XXIII/2025 perihal Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Mahkamah Konstirusi Republik Indonesia. Perlu disampaikan bahwa kewenangan pengelola Royalti oleh LMKN hanya pada lingkup 3 (tiga) hak saja, dari hak-hak Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan pemilik Hak Terkait sebagaimana pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ("UUHC"), yaitu dalam hal pengumuman, pertunjukan, komunikasi kepada publik (public performing rights).

Pengelolaan performing rights dapat dikatakan belum berjalan maksimal, dengan kendala terbesar adalah luasnya wilayah Negara Republik Indonesia sehingga upaya edukasi dan sosialisasi belum maksimal serta tingkat kepatuhan Pengguna Komersial dalam hal melakukan pembayaran Royalti melalui LMKN sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan nilai Royalti yang dikumpulkan masih relatif sedikit, sehingga jika dibagi dengan jumlah penggunaan lagu dan/atau musik maka jumlah Royalti yang diterima relatif kecil.

Hal tersebut juga menyebabkan ketidakpuasan dan kekecewaan dari Pemilik Hak atas besaran nilai Royalti yang diterima serta bentuk transparansi Tata Kelola Royalti yang dilakukan oleh LMK/LMKN, sehingga menimbulkan pemikiran untuk melaksanakan sendiri pemberian lisensi (direct licensing) untuk kegiatan pertunjukan musik (konser musik).

Terkait dengan proses penghimpunan royalti dengan sistem direct licensing, LMKN berpendapat bahwa direct licensing merupakan sebuah opsi tetapi pada saat ini belum memiliki dasar hukum yang lengkap dalam pengaturan Tata Kelola Royalti dan berpotensi menimbulkan upaya pelarangan atas sebuah karya cipta lagu dan/atau musik secara diskriminatif.

Besaran nilai Royalti yang ditentukan secara pribadi menimbulkan ketidakpastian dalam mengurus izin atas pemanfaatan hak cipta lagu dan/atau musik untuk keperluan pertunjukan lagu dan/atau musik, dalam hal mana penetapan tarif Royalti menurut UUHC diatur melalui Keputusan Menteri. Secara umum direct licensing belum diberlakukan di banyak negara karena dipandang akan menjadi kendala dalam efektifitas pengelolaan industri musik yang dinamis.

1. Diatur Undang Undang

Undang-Undang telah mengatur keseimbangan dan menjamin hak Pencipta lagu dan/atau musik melalui Pasal 9 UUHC, dimana Penggunaan lagu oleh Pelaku Pertunjukan dijamin di dalam Pasal 23 UUHC sedangkan Pemanfaatan lagu tersebut oleh Pengguna Komersial dijamin pada Pasal 87 Ayat (1) UUHC. Pengaturan di dalam ke tiga Pasal ini memperlihatkan adanya keseimbangan dan jaminan atas pemanfaatan karya cipta lagu dan/atau musik oleh Pengguna melalui mekanisme pembayaran Royalti.

Keseimbangan antara hak ekonomi dan fungsi sosial atas penggunaan karya ciptaan lagu dan/atau musik, dalam hal ini Pencipta lagu dan/atau musik harus memaknai bahwa setelah lagu dan/atau musik tersebut diumumkan maka sesungguhnya karya cipta itu tidak lagi secara absolut milik Pencipta sepenuhnya tetapi juga sudah menjadi bagian kepemilikan bersama Masyarakat sehingga hak sosial atas lagu tersebut harus diatur secara berimbang dengan hak ekonominya.

Hak eksklusif yang disebutkan oleh Undang-Undang harus dimaknai sebagai hak yang memberikan kemanfaatan ekonomi bagi Pencipta lagu dan/atau musik secara berimbang dengan hak sosial untuk mendapatkan manfaat atas karya cipta lagu dan/atau musik. LMKN berpendapat seluruh norma pengaturan terhadap pengelolaan public performing rights yang berada di dalam kewenangan dan tugas LMKN (hak pengumuman, pertunjukan, dan komunikasi kepada publik), di dalam peraturan perundang-undangan tentang Hak Cipta khususnya Tata Kelola Royalti lagu dan/atau musik sudah mengadaptasi secara lengkap (full compliance) seluruh pengaturan yang bersumber pada kelaziman dalam praktek terkait hak-hak ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan pemilik Hak Terkait sebagaimana dituangkan dalam berbagai konvensi Internasional.

LMKN telah mengusulkan agar kiranya dapat dilakukan terobosan hukum oleh Lembaga yang berwenang berupa peradilan singkat, sederhana dan murah untuk perkara terkait tidak dibayarkannya Royalti oleh Pengguna Komersial. Di samping itu LMKN juga mengusulkan diberlakukannya sistem terpadu Satu Pintu dalam pertunjukan musik dalam penerbitan izin keramaian dan lisensi lagu dan/atau musik sehingga akan terkumpul Royalti secara maksimal dari setiap pertunjukan musik.

(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)

2. Rencana ke Depan

Saat ini LMKN sudah mengajukan permintaan kepada LMK WAMI dan Youtube agar pengelolaan Royalti digital diserahkan kepada LMKN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum Republik Indonesia telah menjadwalkan pertemuan untuk membahas kewenangan pengelolaan Royalti digital ini dalam pekan ini. Semoga pembahasan akan menghasilkan kerja sama Tata Kelola Royalti digital yang baik antara LMKN dengan LMK WAMI berdasarkan kebijakan Satu Pintu.

Dari Royalti digital yang dikelola oleh LMK WAMI ini banyak Pencipta lagu dan/atau musik yang menerima Royalti sejumlah puluhan juta rupiah. Masyarakat mungkin banyak yang tidak tahu mengenai hal ini karena media masa kerap hanya memuat berita kecilnya Royalti Pencipta lagu yang hanya sejumlah sekian ratus ribu saja karena Pencipta hanya menyampaikan Royalti yang diterimanya dari satu kategori saja. LMKN sudah meminta LMK WAMI agar dapat juga menyampaikan fakta ini kepada masyarakat agar mendapatkan informasi yang berimbang dan tidak terbentuk opini yang mendiskreditkan LMKN dan LMK.

Pada dasarnya, berbagai permasalahan dan polemik yang terkait dengan Tata Kelola Royalti lagu dan/atau musik di Indonesia, khususnya di bidang hak mengumumkan (public performing rights) adalah bersumber pada tidak patuhnya Pengguna Komersial dalam memenuhi kewajiban mengurus lisensi dengan membayar royalti. Untuk itu diperlukan kapatuhan dari Pengguna Komersial untuk patuh dan taat untuk membayarkan royalti hak cipta penggunaan lagu dan/atau musik.

(Demo kenaikan gaji anggota DPR memanas setelah seorang Ojol bernama Affan Kurniawan menjadi korban. Sederet artis pun ikut menyuarakan kemarahannya!)

(kpl/ums)

Rekomendasi
Trending