Primitive Monkey Noose Persembahkan 'Sang Perintis' untuk Kelas Pekerja
Diperbarui: Diterbitkan:

Primitive Monkey Noose - Credit: Istimewa
Kapanlagi.com - Primitive Monkey Noose kembali hadir dengan karya terbarunya, kali ini dengan semangat yang membara untuk para buruh. Band rock asal Batulicin, Kalimantan Selatan ini merilis lagu Sang Perintis tepat pada peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025.
Lagu tersebut lahir dari keinginan untuk memberikan apresiasi terhadap para pekerja yang terus berjuang untuk kehidupan layak. Semangat itu diramu dalam sebuah lagu dengan irama enerjik dan lirik yang menyentuh hati.
"Ini adalah lagu riang yang didedikasikan bagi mereka pemberani, para pejuang nafkah untuk orang-orang yang mereka cintai," ujar Richy Petroza, vokalis Primitive Monkey Noose sekaligus salah satu penulis lirik lagu tersebut.
Advertisement
Dalam proses kreatifnya, Richy tidak sendiri. Ia bekerja sama dengan Ovecx Arsya dalam penulisan lirik, sementara seluruh personel terlibat dalam penggarapan musik secara kolektif. Suasana kolaboratif ini tercermin dalam aransemen lagu yang terasa kompak dan solid.
"Adagium ini adalah untuk mereka yang masih percaya, bahwa kita semua memiliki kesempatan yang sama. Menolak untuk berdiam durja dan menolak mati dalam pemikiran, karena kita tidak punya ‘privilege’ makanya harus berjuang," jelas Richy Petroza.
1. Alat Musik Panting
Nuansa punk-rock yang jadi ciri khas band ini tetap kuat terasa, namun mereka juga menambahkan elemen lokal yang membuat karya mereka terasa unik. Salah satunya adalah penggunaan alat musik Panting, alat petik khas suku Banjar yang hanya ditemukan di Kalimantan Selatan.
"Kami bersulang untuk para pionir terdahulu, dan bagi mereka yang hingga kini masih mempertaruhkan kelayakan hidup para pekerja. Siapapun dan di manapun kalian berada, lagu ini untuk kalian," katanya.
Formasi Primitive Monkey Noose sendiri terdiri dari enam personel yang masing-masing membawa warna tersendiri dalam musik band ini. Richy Petroza mengisi posisi vokalis, Ovecx Arsya dan Ridho Ashshadiqqi di gitar, Wan Arif Fadly memainkan Panting, Denny Sumaryono di bass, dan Juli Yusman sebagai drummer.
(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)
2. Perintis, Bukan Pewaris
Tidak hanya dalam lagu, semangat kolektif juga tercermin dalam proses produksi audio dan visual. Prima Yuda Prawira menangani proses rekaman, mixing, dan mastering di Arumika Studio, sementara visual artwork digarap oleh Arifin Khairul dan dokumentasi band ditangani Lyeon Universe.
"Kita adalah perintis, bukan pewaris" menjadi kalimat kunci yang diangkat dalam lagu ini, dan itu bukan sekadar slogan. Richy menegaskan bahwa kalimat tersebut adalah pernyataan sikap terhadap realitas yang dihadapi banyak orang, terutama kelas pekerja yang tidak memiliki privilese.
Dengan rilisnya lagu Sang Perintis, Primitive Monkey Noose seolah ingin menyuarakan kembali semangat perjuangan, sembari memberikan semangat baru untuk siapa pun yang tengah bekerja keras menjalani hidup. Lagu ini bukan sekadar musik, tapi juga bentuk solidaritas dari satu kelas pekerja untuk yang lainnya.
Advertisement
(Demo kenaikan gaji anggota DPR memanas setelah seorang Ojol bernama Affan Kurniawan menjadi korban. Sederet artis pun ikut menyuarakan kemarahannya!)
(kpl/far/ums)
Advertisement