Tompi Resmi Keluar dari WAMI, Lagunya Kini Bebas Royalti!
Diperbarui: Diterbitkan:

Tompi © KapanLagi.com/Budy Santoso
Kapanlagi.com - Sikap tegas diambil oleh penyanyi Tompi terkait polemik royalti musik di Indonesia. Merasa sistem yang ada tidak berjalan dengan benar, ia secara resmi menyatakan keluar dari keanggotaan Wahana Musik Indonesia (WAMI). Keputusan ini diambil sebagai bentuk protesnya terhadap sistem yang dianggapnya tidak transparan.
"Ya, saya, saya sudah bilang, sudah ngirim surat dan segala macam, sudah tanda tangan," ujar Tompi di kawasan Senayan, Minggu (24/8/2025).
Dengan keputusannya ini, dokter bedah plastik tersebut menegaskan bahwa WAMI atau LMK lainnya tidak lagi memiliki hak untuk mengutip royalti atas nama dirinya. Ia menjelaskan bahwa lembaga tersebut hanya bisa bertindak sebagai perwakilan jika ia masih menjadi anggota.
"Lembaga pengutip kan mengutip mewakili saya. Kalau saya sudah mencabut, memberikan mereka hak untuk mengutip atas nama saya kan sudah enggak bisa dong. Jadi, dia bisa ngutip, misalnya gini, saya ngomong, 'Boleh pakai lagu saya gratis,' gitu. Tapi saya masih anggotanya dia. Ya dia bisa-bisa ngutip," katanya.
Advertisement
1. Tompi Tak Perbolehkan Lembaga Menagih Royalti Lagunya
Tompi © KapanLagi.com/Budy Santoso
Langkahnya ini membawa konsekuensi hukum yang jelas bagi lembaga pengutip jika mereka tetap melakukan penagihan untuk lagu-lagunya. Tompi menganggap tindakan tersebut bisa masuk ke dalam kategori penipuan.
"Tapi kalau saya sudah kabur, saya sudah cabut dari situ, saya tidak memperbolehkan dia ngutip atas nama saya, ya kalau dia ngutip kan itu namanya penipuan," tegasnya.
Ditanya lebih jauh mengenai alasannya, Tompi memaparkan prinsipnya terkait sistem royalti yang ideal. Baginya, sebuah sistem harus adil bagi semua pihak, baik bagi musisi maupun bagi para pengguna karya musik seperti penyelenggara acara.
"Gini, saya, saya setuju dengan konsep royalti itu harus berjalan dengan benar. Tapi dengan prinsip satu, tidak memberatkan yang membayar. Prinsip pertama," paparnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya transparansi dan perhitungan berdasarkan data yang riil di lapangan. Menurutnya, royalti harus dibayarkan sesuai dengan frekuensi pemutaran sebuah lagu, bukan berdasarkan asumsi.
"Yang kedua, prinsip yang harus dijunjung tinggi adalah sesuai dengan apa adanya realita lapangan," lanjutnya. "Misalnya gini, lagu saya diputar cuma tiga kali setahun, ya sudah bayarnya tiga kali saja. Gitu, jangan enggak diputar pun terima. Nah ini sekarang tuh ada begitu-begitunya tuh."
(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)
2. Mengkritik Fungsi LMK
Penyanyi berusia 46 tahun ini juga mengkritik fungsi LMK yang terkadang bias antara lembaga pengutip dengan yayasan sosial. Ia berpendapat bahwa kedua entitas tersebut harus dibedakan secara jelas perannya.
"Enggak jelas keputarnya berapa kali, tapi tetap terima. Kalau mau nolong bikin yayasan, bukan bikin lembaga pengutip. Jadi bedain. Bedain yayasan tolong-menolong dengan yayasan pengutip, dengan lembaga pengutip. Lembaga pengutip ya harusnya bekerja dengan apa adanya," jelasnya.
Pada akhirnya, Tompi menegaskan bahwa ia tidak menutup pintu untuk kembali bergabung dengan LMK di masa depan. Namun, hal itu baru akan terjadi jika sistem yang ada sudah diperbaiki secara total.
"Intinya kalau LMK-nya sudah beres, sistemnya sudah rapi, sudah masuk akal, ya saya akan masuk lagi," pungkasnya.
Baca berita Tompi lainnya di Liputan6.com.
Advertisement
(Demo kenaikan gaji anggota DPR memanas setelah seorang Ojol bernama Affan Kurniawan menjadi korban. Sederet artis pun ikut menyuarakan kemarahannya!)
(kpl/far/phi)
Advertisement